SEMARANG, Reportase INC, – Persaudaraan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia (PERMADANI) menggelar peringatan hari lahirnya. Kini organisasi non politik dan non komersil itu sudah berusia pancawindu. “Bila sewindunya 8 tahun, kali 5 berarti sudah 40 tahun”, kata Dr.H.Soenarso, SH,MH, selaku Dewan Pakar Permadani di awal-awal pidato sambutannya.
“Semarang inilah sebagai ibukota Permadani. Karena memang terbentuknya organisasi yang mengedepankan persaudaraan ini berdiri, pada tanggal 14 Juli 1984” lanjut pakar dewan. Selain itu H.Soenarso juga mengingatkan kembali materi pidatonya Bung Karno, bahwa jika masuk dalam ranah budaya, hendaknya berkebudayaan nasional yang berkepribadian…
Acara orasi budaya dengan gaya dialog sarasehan itu digelar di kampus UPGRIS (Universitas PGRI Semarang), 6 Juli 2024. Sekitar 600 audiens para budayawan dengan busana khasnya kejawen jangkep (sorjan/beskap hitam, berjarid, blangkon, pasang keris di pinggang dan bersandal selop) itu dari seluruh Nusantara yang hadir. Duta berasal dari luar Jawa (semisal Kalimantan, Sumatera, Jambi, Bengkulu dsb) disediakan asrama tempat bermalam. “Karena ada rombongan yang sudah hadir 2 hari yang lalu…” kata salah seorang panitia tuan rumah kepada awak media koran ini.
Sementara pidato orasi budaya disampaikan oleh Prof.Dr.R.Teguh Soepriyanto, M.Si. Guru besar bahasa dan seni Universitas Negeri Semarang dalam orasinya menuturkan, bahwa lahirnya manusia dalam bentuk jabang bayi itu sedari lahir sudah mengandung nur keillahian. Untuk itu dalam perjalanan selanjutnya mendapat tugas memayu hayuning bawana, yakni menyinari alam sekitarnya. Sedangkan buah dari budi/kebaikan dalam berbudaya itu adalah adanya rasa, cipta dan karsa manusia.
Kata pemakalah dalam uraiannya menuturkan : “Maka setidaknya dalam diri manusia itu juga terlapisi sifat nafsu Amarah, Lawwamah, Mulhamah dan Mutmainnah…”
Pada sesi tanya jawab dan diskusi yang dimoderatori ketua Permadani Pusat, Suyitno Yoga Pamungkas itu ada salah seorang audiens dari Lamongan yang menanggapi.
Imam Sudjadi, S.Pd utusan dari Permadani kabupaten Lamongan menyampaikan pertanyaan tentang bagaimana praktek keseharian orang yang memiliki ke empat sifat/nafsu termaksud…?
Sang orator, Raden Teguh yang punya tahun kelahiran 1961 itu menerangkan, bahwa nafsu Amarah itu manusia berbuat keburukan atau kemaksiatan. Nafsu Lawwamah, bahwa manusia itu sudah bertaqwa tapi masih sering terpeleset berbuat maksiat, dosa, akhirnya bertobat menyesalinya. Nafsu Mulhamah, bahwa manusia itu dalam nuraninya masih punya sifat, ujub, riya’, angkuh, sombong, cinta dunia dsb. Sedangkan nafsu Mutmainnah manusia sudah bersih dari sifat-sifat tercela, berganti menjadi sifat mulia.
Kelanjutan agenda Pancawindu Permadani malam itu diselenggarakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan tampilnya 3 dalang : Atana, Arengga dan Ki Sigit Ariyanto.
Reporter : Ahmad Fanani Mosah.