LAMONGAN, Reportase INC – Program pemerintah pusat ini memang sangat diharapkan oleh masyarakat secara umum bahkan seluruh rakyat Indonesia, memang program PTSL ini sangat membantu memberi keringanan dan kemudahan terhadap pemohon, mengangkat, juga meningkatkan ekonomi rakyat.
Pada saat dilakukan investigasi lapangan oleh reportaseindonesianews.com Kamis 21-07-2022 didesa Jegrek kecamatan Modo kabupaten Lamongan bahwa didesa tersebut mendapatkan kuota 3878 bidang tanah, warga pemohon dikenakan biaya Rp 700.000 perbidang tanah, jika dihitung akan ketemu jumahnya menjadi Rp 2,7 M lebih lalu uang tersebut mau dikemanakan, untuk apa, hal tersebut dikatakan oleh pemerintah desa sesuai kesepakatan, pada saat dikonfermasi kades tidak ada ditempat.
Kemudian reportaseindonesianews.com lakukan investigasi lapangan didesa Kedunglerep kecamatan Modo kabupaten Lamongan, didesa tersebut mendapatkan kuota 1791 bidang dan desa ini juga menarik biaya Rp 700.000 perbidang juga dengan dalih kesepakatan, pada saat ditemui dikantor desa pada jam dinas kades tidak ada ditempat, perangkat yakni sekdes dan lainya ada dikantor akan tetapi semuanya bungkam, acuh tak acuh dan menghindar dari pertanyaan wartawan.
Hal tersebut sesuai hasil investigasi lapangan media ini ternyata dalam satu wilayah kecamatan Modo diseragamkan dalam penarikan biaya yakni Rp 700.000 perbidang tanah, kemudian untuk wilayah kecamatan lain di Lamongan ternyata semuanya juga narik biaya pada pemohon PTSL perbidang tanah, namun dalam satu kecamatan dengan kecamatan lain berbeda dalam penarikan biaya perbidang.
Dalam satu kecamatan didesa desa ada yang dikenakan biaya perbidang Rp 600.000 , ada juga dalam satu kecamatan narik Rp 700.000 perbidang seperti desa desa tersebut diatas, jadi kesimpulanya semua pemerintah desa menarik biaya untuk pemohon PTSL.
Belum lagi para pemohon yang kronologi tanahnya dari jual beli dan hibah diduga ada penarika tambahan biaya antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta, meskipun masyarakat tidak merasa keberatan akan tetapi mereka tetap ngomong atau cerita, dan semua itu adalah masuk kategori pungli atau pungutan liar yang dibuat kesempatan lewat PTSL program pemetintah pusat dan program presiden Jokowi.
Yang disayangkan adalah APH terkesan tutup mata, hal ini diduga BPN ikut bermain, karena BPN mengetahui dan terlibat langsung program PTSL, lalu apa gunanya dalam setiap kecamatan diadakan sosialisasi SABER PUNGLI untuk kepala desa, PTSL yang sekarang beda aturanya dengan yang tahun silam yakni sekarang PTSL dipegang penuh oleh kepala desa dan yang bertanggung jawab penuh kepala desa, terkait itu semua banyak kades yang sengaja menghindar dari wartawan hingga sulit ditemui.
Dengan setiap desa yang dapat PTSL lakukan penarikan melebihi putusan tiga menteri yakni setiap pemohon boleh ditarik biaya Rp 150 ribu, melebihi angka itu berarti sudah masuk pungli tapi kena apa dibiarkan dan aman aman saja, padahal itu jelas jelas sudah ada pelanggaran hukumnya dan menyalahi aturan presiden RI Jokowidodo.
( Had/Redaksi )