BLITAR, Reportase INC – Sanggar Triwida yang bergerak di bidang kepenulisan dan uri-uri budaya Jawa itu berdiri pada tanggal 18 Mei 1980. Pendiriannya di kota Tulungagung. Oleh karena itu diberi nama TRIWIDA, akronim dari 3 wilayah daerah (Tulungagung, Trenggalek dan Blitar).
Di usianya yang ke 44 tahun ini, sanggar Triwida menggelar pelatihan menulis cerita cekak (cerpen Jawa) dan geguritan (puisi Jawa). Acara yang diikuti 100 orang itu terdiri dari guru, murid SMA dan masyarakat umum. Panitia memilih tempat di Lokasi Rest Area Hand Asta Sih, Srengat – Blitar, selama 2 hari (Sabtu, Minggu, 27-28 Juli 2024).
Menejer bagian sarana/prasarana yang sekaligus didapuk sebagai seksi perlengkapan, Imam Riyadi, M.Pd menuturkan kepada awak media ini, bahwa dipilihnya tempat yang rerata asing bagi peserta, karena fasilitasnya sangat lengkap, mewah tapi murah.
“Bangunan di sini sangat njawani. Papan petunjuk dan informasi menggunakan tulisan huruf Jawa” kata Imam Riyadi. Lanjutnya pula : “Setiap malam Minggu kami gelar panggung hiburan. Group yang tampil bergantian. Terkadang ludruk, terkadang ketoprak, terkadang campursari secara bergantian. Dan penontonnya pasti mbludak. Halaman seluas ini menjadi lautan manusia. Apalagi ada sarana wisata dan bermain buat keluarga dan anak-anaknya…” tutur Imam Riyadi panjang lebar.
Di ruang audiensi/aula besar tempat diselenggarakannya pelatihan di bidang kepenulisan : cerkak dan geguritan.
Ketua Sanggar Triwida, Drs. Sunarko Budiman dalam pidato sambutannya mengatakan : “Memang awalnya Triwida itu 3 daerah atau kota, tapi kali ini sudah merambah dan berkembang menjadi 12 daerah dan kota. Namun namanya tetap TRIWIDA, artinya 3 Wida (harum) yaitu :
1. Harum Bahasa
2. Harum Sastra
3. Harum Makna
“Yayasan ini sudah berbadan hukum dan diakui pemerintah, tidak ada urunan dari para anggota, tapi setiap tahun memberi anugerah kepada para penulis yang berprestasi. Tahun ini kita gelar lomba menulis cerita cekak, geguritan dan wacan bocah…” ungkap Narko Sodrun nama pena dari Sunarko Budiman.
Sementara jajaran pembimbing/tutor/pemateri dipilihkan orang-orang bonafid dan sudah berpengalaman dalam formulasi kepenulisan. Sebut saja misalnya : David Harjono, M.Pd, Didik Sudaryono, S.Pd (nama penanya D’ Eros), Harwimuko, M.Pd dan St.M.Yani. S.Pd, M.Pd.
Bahkan semua jajaran panitia, pemateri dan para pengurus Yayasan Sanggar Triwida adalah penulis / sastrawan yang karya-karyanya sudah terbit berupa buku. Juga banyak di media cetak ternama (Jaya Baya, Penyebar Semangat, Jaka Lodang, Solo Pos, Titis Basa dsb).
Acara termaksud mendapat acungan jempol dan apresiasi sangat tinggi dari owner/pemilik Rest Area Hand Asta Sih itu. Dokter Handoko sang pemilik lahan bergengsi itu mempunyai banyak makna filosofi yang tertempel pada bangunannya yang berdiri di tahun 2021 itu.
“Joglo ini terbesar se-asia tenggara. Dan sudah mendapat piagam dari MURI (Museum Rekor Indonesia). Seluruh tiang bermotif sulur-sulur rantai. Itu maknanya kita harus berbanyak hubungan paseduluran (dulur artinya dulur yang baik/persaudaraan yang baik). Langit-langit atap itu saya bikin 7 lapis. Artinya angka 7 (pitu), bermakna kita semoga mendapat pitulungan/pertolongan dari Tuhan, gitu…” tutur Pak Dokter sambil berkelakar dengan awak media ini. “Dan harga fasilitas di lokasi ini terjangkau. Mau resepsi penganten dari murah hingga mewah, tersedia. Dan kami layani sepenuh hati…” tutur Pak dokter Handoko sambil santai-santai.
Reporter : Ahmad Fanani Mosah