PROBOLINGGO, Reportase INC – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Probolinggo melayangkan surat permohonan audiensi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat.
Surat permohonan itu diperuntukkan kepada Pj Bupati Probolinggo Ugas Irwanto, Kapolres AKBP Wisnu Wardana, Kepala Kejaksaan Negeri, Ahmad Nuril Alam, sebagai respon keluhan maraknya mafia pupuk di Jawa Timur (Jatim), khususnya Kabupaten Probolinggo.
Gubernur LIRA Jawa Timur Samsudin mengatakan, laporan ataupun aduan maraknya mafia pupuk yang beredar di Jawa Timur, khususnya di wilayah Kabupaten Probolinggo memang jadi perhatian dan alasan dilakukan audiensi dengan pihak terkait.
“Yang mana di Jawa Timur ini khusus di Kabupaten Probolinggo marak pupuk subsidi yang dijual non subsidi. Hal ini banyak sekali terjadi di Jawa Timur dan Kabupaten Probolinggo, sehingga dilayangkan surat audiensi,” kata Samsudin.
Menurut Samsudin, perihal pupuk ini, banyak modus yang sudah ditemukan oleh LIRA Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Probolinggo mulai dari pendistribusian oknum distributor kepada ratusan kios di Probolinggo.
Tidak hanya itu, lanjut pria kelahiran Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo itu, pihaknya juga banyak menemukan di Kabupaten Probolinggo Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang tidak sesuai dengan pendistribusiannya.
“Jadi kami memiliki data juga, bahwa pupuk subsidi yang sesuai dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) yang ditentukan pemerintah Rp225 ribu, kemudian di pasaran ditemukan pupuk dijual seharga Rp500 sampai Rp550 ribu per kwintal,” beber Samsudin.
Padahal, lanjut Samsudin, pemerintah menerapkan harga pupuk subsidi sesuai HET itu Rp225 ribu. Dan modus penjualannya di kios-kios tanpa memberi nota pembelian serta beberapa modus yang sudah dikantongi.
“Modus lain juga, oknum distributor mengirimkan pupuk ke kios tidak sesuai SPJ. Misal, salah satu kios di SPJ mendapat kiriman pupuk 60 ton, tapi oleh distributor hanya dikirim 30 ton,” ungkap Samsudin.
“Oleh karena itu, kami layangkan audiensi dengan pihak terkait agar semua stakeholder bersepakat memberantas mafia pupuk. Sebab, hal ini terjadi karena pemerintah tak transparan, salah satunya terkait data elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK),” pungkasnya.
(Alex)