LAMONGAN, Reportase INC – Setiap tanggal 10 Nopember diperingati sebagai hari pahlawan. Lembaga pendidikan bermarkas di Raya Gembong, SMP Negeri 3 Babat memperingatinya lewat tampilan drama kolosal. Pemainnya adalah murid, guru dan karyawan. Ratusan aktor dan aktris terjun di pelataran luas itu berakting sesuai dengan perannya masing-masing.
Dua orang pelatih handal, Ratna Cempaka dan Salim Ubed membesuti permainan yang sulit ini. “Kami coba mengerahkan semua pemain pertamakali casting (seleksi/pemilihan) pemain yang pas/cocok untuk sebuah peran atau adegan. Berikutnya latihan hingga gladi-resik sekitar semingguan…” tutur Ratna Cempaka Imawati, guru bidang seni. Sementara Salim Ubed, pelatih lapangan yang juga guru bidang koding komputer yang mahir dalam seni peran, sempat menuturkan suka dan dukanya dalam melatih drama kolosal.
“Rerata pemain susah menghafal naskah. Masih banyak anak-anak demam panggung alias grogi…” kata mantan murid setempat yang dulu pernah kebagian peran merobek kain biru bendera Belanda dalam permainan yang sama, di sekitar tahun 2013.
Sejatinya drama kolosal di SMP Negeri 3 Babat itu menggunakan sistim dubbing dan lip-sync (menyingkronkan gerak bibir). Rekaman suara di studio Eping Record dilaksanakan pada tahun 2013. Kala itu juga untuk even peringatan hari pahlawan. Para dubber (pengisi suaranya) banyak yang sudah pensiun bahkan ada yang sudah wafat. Termasuk pemilik studionya Mas Eping sudah meninggal dunia. Sebut saja para pengisi suara itu antara lain :
– Kacung BS (purna)
– Anik Rahma (mutasi)
– Adek Wahyu BW (wafat)
– Ning Riroh (purna)
– Pipit Mahatmi (wafat)
– Siti Musyarofah (purna)
– Bung Mosah (purna)
Satu-satunya dubber (pengisi suara) yang masih ada dan masih berdinas di lembaga pendidikan sekolah tersebut adalah Gendut Edi Takarianto. Pak guru bidang olah raga sekaligus wasit askab itu mengisi suara berlogat Belanda.
Sebelum drama kolosal berdurasi 30 menit itu, diawali dengan upacara pengibaran bendera. Kepala SMP 3 Babat, Moh Said, S.Pd, M.Pd dalam sambutannya antara lain mengajak murid-murid untuk berjuang. “Murid sabar mencari ilmu, itu perjuangan. Murid taat pada guru, itu perjuangan. Murid tunduk pada aturan sekolah, itu perjuangan. Oleh karena itu selayaknya kita semua meneladani para pendahulu dan pejuang bagaimana dalam menjalani proses ..” tuturnya panjang lebar. Semua peserta upacara berbusana Tempo Doeloe. Dengan demikian seolah kita mengenang jaman dahulu kala.
Reporter : Ahmad Fanani Mosah














