LAMONGAN, Reportase INC – Berikut ini redaksi mengangkat tulisan Ahmad Fanani Mosah, kontributor naskah/reporter Media Online Reportase ini.
Semoga naskah resensi/timbagan buku ini menjadi tambahan wawasan para pembaca semuanya. Akhirnya pimpinan redaksi mengucapkan selamat membaca..!!
Judul Buku : Songsong Hari Esok (Kumpulan Puisi)
Penulis/Pengarang : Fathurrahim Syuhadi
Penerbit : Umla Press
Tahun Terbit : Cetak ke l, Mei 2025
Format : 15 x 23 Cm
Tebal : viii + 90 halaman
_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_
AL-‘ALAQOH MASIH TETAP KOKOH
Peresensi : Ahmad Fanani Mosah
Di Makkah jaman Kanjeng Nabi Saw, ada salah satu rutinan. Semacam arena pasar malam menggelar tampilan seni-budaya. Acara bertajuk Ukaz Dzul Majaz itu menampilkan karya sastra : syair/puisi. Karya yang bagus dipajang di seputaran dinding Ka’bah. Yang kemudian disebut Al-‘Alaqoh (artinya yang digantung). Dalam arti yang sama, di era arab jahiliyah kala itu ada yang menyebutnya “muallaqot”.
Nabi Muhammad Saw turut tampil ambil bagian dari even termaksud. Namun begitu telah siap membaca karyanya, seolah suaranya tercekat ditenggorokannya. Rosululloh tak bisa berkata-kata. Serasa kelu dan kaku lidahnya. Namun keajaiban menyelimutinya. Gusti Alloh menuntun hamba yang paling dikasihinya.
Sekaligus turunnya Wahyu kala itu. Surat Alqori’ah dibaca Kanjeng Nabi dengan keras menggema. Seiring dengan isi dan makna kandungannya. Yakni bercerita tentang situasi dan kondisi hari kiamat yang akan datang. Setidaknya itulah literasi yang sudah dialami Kanjeng Nabi di masa jahiliyah itu.
Kini literasi dalam bentuk karya puisi ditorehkan oleh Fathurrahim Syuhadi berwujud buku “Songsong Hari Esok”. Ada 70 judul puisi terkumpul dalam buku antologi diterbitkan Umla Press (cetakan l, Mei 2025). Sepertinya buku dengan format 15 x 23 itu diperuntukkan buat mata tua. Betapa tidak! Juru lay-out, Alam Perkasa memilih font jenis cambria 14 merupakan ukuran besar. Sehingga enak dibaca, tak perlu memicingkan mata, hahaha ….
Ketika musim penulisan karya lewat medsos, Fathurrahim Syuhadi tetap bertahan menulis lewat buku terbitan kertas cetak. Hal ini senada-seirama dengan negara-negara maju dan berkembang, semisal Finlandia, Jepang dan beberapa negara di belahan Eropa. Terseleksi fenomena pentingnya kembali ke dunia kertas dan tulisan tangan lewat pembelajaran.
Akankah Indonesia yang latah ini tidak kembali ke “negeri asli pribumi” ? Wong banyak sudah hasil penelitian mengindikasi, bahwa sisi positif pembelajaran menulis tangan dan media kertas sangat banyak sekali manfaatnya. Apalagi warga kita setengah-setengah dalam penerapan teknik digitalnya.
Fathurrahim Syuhadi sudah malang melintang di dunia kepenulisan. Puluhan buku sudah terbit. Penulis Songsong Hari Esok hingga kini mengemban amanat sebagai wakil sekretaris DPL (Dewan Pendidikan Lamongan) dan juga ketua kepanduan kwartir wilayah HW (Hisbul Wathan) Jawa Timur. Dalam karya kumpulan puisi Songsong Hari Esok ini setidaknya ada 10 judul puisi terdiri dari 2–3 baris. Simak saja contohnya berjudul “benci” (halaman 85 cukup 2 baris) :
tiada peduli
apa laku tuturmu
Apakah ini pemborosan kertas ? Tidak. Walau tampak satu halaman berisi 1 judul (cuma 2 baris lagi), hal ini menyediakan pembaca yang ingin bercorat-coret ria. Mungkin ada yang bikin resume atau catatan kecil, gitu….
———- (Peresensi : Ahmad Fanani Mosah, Adalah Anggota Majlis Dikdasmen & Pendidikan Non Formal Pimpinan Cabang Muhammadiyah Babat, juga sebagai reporter Media Online ini)
( Redaksi )