SULAWESI UTARA, Reportase INC – Bantuan akomodasi jamaah haji lokal Provinsi Sulawesi Utara melalui pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Haji Sulawesi Utara (Sulut) yang disahkan pada November 2024 menjadi sorotan publik setelah menuding potensi penyelewengan dana bantuan biaya lokal jamaah haji. Polemik ini menyasar alokasi anggaran yang tidak utuh dan mekanisme penyaluran dana yang dianggap tidak transparan.
Berdasarkan perhitungan Kanwil Kemenag biaya lokal per jamaah haji Sulawesi Utara sebesar Rp7.542.000. Dengan kuota 713 jamaah, total kebutuhan mencapai Rp 5 miliar. Namun, Pemprov Sulut hanya mengalokasikan Rp 3 miliar melalui APBD 2024, menyisakan kekurangan Rp 2 miliar yang harus ditanggung jamaah (sekitar Rp2,8 juta per orang). “Anehnya, jamaah tetap diminta membayar penuh Rp 7,5 juta. Jika Pemprov sudah memberi Rp 3 miliar, seharusnya biaya mereka berkurang. Ini indikasi korupsi,”ujar H.Alam salah satu tokoh masyarakat di Manado
Ia juga mengungkapkan dugaan setoran biaya lokal di Manado yang ditujukan ke rekening pribadi Atas nama Rukiani Paita melalui bank Muamalat bukan akun resmi Kemenag. warga mendesak Polda Sulut mengusut potensi raibnya dana jamaah dari pemerintah dan. terjadinya maladministrasi,” tegas warga 10/5/2025
Kepala Kanwil Kemenag Sulut, Ulyas Taha, membantah tuduhan tersebut. Ia menegaskan, tanggung jawab pembiayaan lokal sepenuhnya berada di pemda. “Pemprov memberi bantuan Rp2,6 miliar, bukan Rp 3 miliar. Itu hanya mencukupi sekitar Rp 3 juta per jamaah. Sisanya menjadi kewenangan pemda dan jamaah. Dana diberikan langsung ke jamaah, bukan melalui kami,” jelas Taha.(8/5/2025)
Taha menambahkan, keterlambatan pengesahan anggaran menyebabkan alokasi tidak mencapai target. Kemenag fokus pada proses visa dan kloter, sementara tuduhan penyimpangan di tubuh institusinya disebut tidak berdasar.
Dalam klarifikasi terpisah, Kakanwil Kemenag Sulut memaparkan bahwa biaya lokal mencakup transportasi pesawat carter (Manado-Balikpapan PP), bus, akomodasi, dan konsumsi. Biaya sebesar Rp7.542.000/jamaah ini telah dibahas bersama perwakilan jamaah, DPRD Provinsi, Kesra Setda, dan Lion Air.
“Calon jamaah menyetorkan dana melalui Kemenag Kab/Kota, lalu diteruskan ke Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah. Bantuan dari Pemprov menggunakan mekanisme pencairan sesuai prosedur APBD. Dana tali asih dari Pemkab/Pemkot juga disalurkan secara transparan,” tegas Taha.
Kelompok keluarga jamaah di Manado menyayangkan ketidak jelasan alur pertanggung jawaban. “Jika Pemprov sudah memberi Rp2,6 miliar, mengapa jamaah masih bayar penuh? Pasti ada kesalahan penyaluran,” ujar salah seorang keluarga.
Polemik ini memicu desakan agar audit independen segera dilakukan untuk memastikan dana haji tersalurkan akuntabel. Kemenag Sulut menyambut baik pengawasan masyarakat sebagai bentuk transparansi, sementara publik menunggu langkah konkret penyelesaian.
(Rosna)