BONE, Reportase INC – Perlu penindakan tegas dari aparat penegak hukum adanya penomena penyelundupan solar subsidi di Kabupaten Bone yang Saat ini kembali menyeruak ke permukaan setelah munculnya temuan aktivitas sebuah truk kuning berterpal biru yang diketahui secara rutin mengangkut jerigen berisi bahan bakar minyak jenis solar dari SPBU Palakka untuk kemudian disalurkan ke wilayah Siwa, Kabupaten Wajo.
Kegiatan yang terstruktur dan berulang mengindikasikan adanya jaringan yang tertata rapi, lengkap dengan dukungan logistik dan akses terhadap sumber pasokan.
Sosok ED dari Kecamatan Palakka disebut-sebut sebagai Bigbos penyelundup BBM ilegal , dengan intensitas pengiriman dua hingga tiga kali dalam sepekan. Volume solar yang mengalir keluar daerah bisa mencapai jumlah signifikan, yang bukan hanya merugikan Negara secara ekonomi, tetapi juga mengganggu ketersediaan pasokan bagi masyarakat dan pelaku usaha yang berhak sesuai peruntukan.
Yang paling mencolok dalam kasus ini adalah tidak adanya respons hukum terhadap sosok yang telah lama disebut-sebut penyelundup distribusi BBM subsidi.
“Tak pernah tersentuh hukum,” begitu imex yang muncul di lapangan. Ungkapan ini mencerminkan adanya dugaan pembiaran sistematis, baik karena lemahnya penegakan hukum maupun potensi keterlibatan oknum aparat yang memilih tutup mata demi keuntungan tertentu.
Sumber informasi menyebut adanya jaringan lain yang menggunakan jalur laut untuk menyelundupkan solar ke wilayah Sulawesi Tenggara, sementara sebagian lainnya memanfaatkan mode darat dengan Dump truk untuk menyalurkan ke berbagai titik di luar wilayah distribusi resmi.
Dengan demikian, praktik penyalahgunaan solar subsidi di Bone bukan kasus individu, melainkan bagian dari ekosistem bisnis ilegal yang lebih luas dan terorganisir.
Yang tak kalah ironis, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang seharusnya menjadi garda depan dalam memastikan akurasi distribusi justru ikut menikmati keuntungan dari praktik ini. Dengan dalih “biaya pompa”, setiap jeriken dibebani tarif Rp5 ribu hingga Rp10 ribu.
Skema ini menegaskan adanya simbiosis antara pelaku penyelundupan dan penyedia pasokan, yang pada akhirnya menciptakan mata rantai korupsi distribusi energi di tingkat lokal.
Kerusakan sistemik seperti ini berdampak langsung pada masyarakat kecil. Nelayan, petani, hingga pelaku usaha transportasi yang seharusnya mendapatkan akses mudah terhadap solar subsidi justru kerap menghadapi kelangkaan atau harga yang lebih tinggi.
Kasus ED dan jejaringnya seharusnya menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk membongkar mafia BBM hingga ke akar-akarnya. Jika tidak, maka Bone akan terus menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan subsidi bisa dipelintir menjadi ladang bisnis ilegal yang melibatkan banyak pihak.
Memahami bahwa bisnis yang di kerjakan adalah bisnis Ilegal Dengan adanya bukti-bukti penyelundup BBM bersubsidi, aturannya sudah jelas undang-undang migas tak di terapkan sedangkan, setiap orang yang melakukan pengangkutan BBM secara ilegal (tanpa Izin Usaha Pengangkutan) dapat dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 40 miliar
Bisnis ilegal yang menjanjikan sangat merugikan negara dan masyarakat Pasal 51 – Pasal 58 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) telah menjelaskan adanya pasal-pasal tindak pidana. Tindak pidana tersebut dibagi dalam tiga jenis, yakni Pelanggaran, Kejahatan, dan Pidana tambahan.
Sampai berita ini di tayangkan tim media Ini belum ada respon dengan pemilik BBM tersebut walaupun di hubungi melalui chat WhatsApp pribadi begitupun pihak polres Bone belum bisa di temui Tim investigasi media ini berupaya menemui Yang bersangkutan 27/9/2025.
(Rosna. R)