Oleh : Ahmad Fanani Mosah.
LAMONGAN, Reportase INC – Seolah baru seusia jagung, sanggar seni Waskita berdiri sudah sudah layak ditonton. Berkelas papan atas lagi !. Ya, tampilan di atas pentas malam itu 29 September 2025 dalam rangka rangkaian peringatan HUT Ke 80 Kemerdekaan RI.
Pagelaran spektakuler Sendratasik (seni drama tari dan musik) itu secara kolosal (dimainkan banyak orang, sekitar 250 aktor/aktris peserta kursus/pelatihan).
“Sanggar Waskita ini sudah sekitar 1 smester berdiri. Sekitar 6 bulan. Ada kelas tari, drama dan ke-MC-an. Peserta pelatihan dari kalangan SD, SMP, SMA dan masyarakat umum…” tutur Robi Nugraha kepada Reporter koran online ini, beberapa saat sebelum pentas dimulai.
Adegan demi adegan membuat decak kagum 1000 penonton yang memadati gedung balai kelurahan Babat. Ada sorot lampu warna-warni, semprotan asap wangi dan pesta kembang api. Semua itu memperindah acting dan memperkuat cerita yang disutradarai oleh Bambang Budiono (dari Tuban). Sedangkan asisten sutradara dan pembantu pelatihan harian dipercayakan kepada Feri Aditia dan Aini Fitri. Juru lampu dan teknik panggung adalah Sande sekaligus si pemilik sound system’ menggelegar malam itu. Adapun tatarias dan busana, ditangani perusahaan Yusi salon kecantikan. Narator dan juru suara R.Jarot Togen.
Secara rinci kita simak adegan demi adegan yang mengandung pesan sbb :
1. Prolog Tari Semua Pemain
– Pembukaan dengan musik tradisional yang menggambarkan keindahan alam Gunung Pegat.
– Semua pemain memasuki panggung dengan gerakan tari yang dinamis dan penuh semangat, menggambarkan kegembiraan dan harapan.
– Pemain membentuk formasi yang menggambarkan keindahan alam Gunung Pegat, dengan latar belakang properti yang menampilkan keindahan alam.
2. Adegan Tari Menggambarkan Ketinggian Gunung dan Aktifitas Masyarakat Desa
– Pemain menampilkan gerakan tari yang menggambarkan ketinggian Gunung Pegat, dengan lompatan dan pose yang menunjukkan kekuatan dan keagungan.
– Pantomim digunakan untuk menggambarkan aktivitas masyarakat desa, seperti petani yang bekerja di sawah, pedagang yang berjualan, dan anak-anak yang bermain.
– Musik dan kostum yang digunakan menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat desa yang harmonis dengan alam.
3. Adegan Pangeran dan Putri di Gunung Pegat
– Pangeran dan putri memasuki panggung dengan gerakan tari yang lembut dan romantis, menggambarkan cinta yang mendalam.
– Mereka menampilkan gerakan tari yang menggambarkan keindahan alam Gunung Pegat, dengan pose yang menunjukkan keharmonisan dengan alam.
– Musik yang digunakan menggambarkan keindahan dan kelembutan cinta antara pangeran dan putri.
4. Adegan Tari Menggambarkan Konflik di Gunung Pegat
– Pemain menampilkan gerakan tari yang menggambarkan konflik, dengan gerakan yang dinamis dan emosional.
– Pantomim digunakan untuk menggambarkan pertengkaran dan konflik antara pangeran dan putri nan cantik dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kesedihan dan kekecewaan.
– Musik yang digunakan menggambarkan ketegangan dan konflik yang terjadi.
5. Adegan Tari Suasana Desa yang Tentram
– Pemain menampilkan gerakan tari yang menggambarkan kehidupan desa yang tentram, dengan gerakan yang lembut dan harmonis.
– Pantomim digunakan untuk menggambarkan kegiatan masyarakat desa yang damai, seperti petani yang bekerja di sawah dengan gembira.
– Musik yang digunakan menggambarkan keharmonisan dan kedamaian desa.
6. Adegan Gunung Terbelah karena Kemarahan Sang Pangeran
– Pemain menampilkan gerakan tari yang menggambarkan kemarahan pangeran, dengan gerakan yang kuat dan dinamis.
– Pantomim digunakan untuk menggambarkan gunung yang terbelah, dengan properti yang menunjukkan efek dramatis.
– Musik yang digunakan menggambarkan kekuatan dan kemarahan pangeran.
7. Adegan Pangeran dan Putri Terpisah
– Pangeran dan putri menampilkan gerakan tari yang menggambarkan kesedihan dan kehilangan, dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kesedihan.
– Pantomim digunakan untuk menggambarkan perpisahan antara pangeran dan putri, dengan pose yang menunjukkan kehilangan.
– Musik yang digunakan menggambarkan kesedihan dan kehilangan.
8. Adegan Ratu Bidadari Menebar Kutukan di Gunung Pegat
– Ratu bidadari memasuki panggung dengan gerakan tari yang menggambarkan kekuatan dan keagungan, dengan kostum yang menunjukkan keindahan dan kekuatan.
– Pantomim digunakan untuk menggambarkan ratu bidadari menebar kutukan, dengan properti yang menunjukkan efek dramatis.
– Musik yang digunakan menggambarkan kekuatan dan keagungan ratu bidadari.
9. Adegan Penutup (Pasangan Melepas Ayam di Gunung Pegat)
– Pemain menampilkan gerakan tari yang menggambarkan harapan dan kedamaian, dengan pose menunjukkan keharmonisan.
– Pantomim digunakan untuk menggambarkan pasangan yang melepas ayam di Gunung Pegat, dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kebahagiaan.
– Musik yang digunakan menggambarkan keharmonisan dan kedamaian, menutup drama tari dengan nuansa yang positif dan penuh harapan.
Suasana panggung lebih menjadi tatapan para penonton, tatkala ada atraksi secara mekanis terbelahnya gunung penuh bebatuan kapur (yang kini masih bertengger di timur dan barat di selatan kota Babat). Tak ayal pula gegara kutukan setiap pasangan penganten baru, memercayai harus melepas ayam. Dengan kepercayaan membuang sial, gitu…
Yusi Repelitawati, maestro tatarias yang dipercaya masuk jajaran kru dan teknisi drama kolosal itu berkomentar bahwa sajian pen.
(Fanani Misah)