Reportase INC – Oleh: Edy Susilo SSos
Lemtaki (lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia)
Mahasiswa Master Hukum Unitomo Surabaya
Dunia internasional dikagetkan dan dibuat repot oleh RRC dengan disahkannya UU Anti-Spionase untuk negara tersebut pada pertengahan 2023. UU tersebut sudah mengalami revisi dan dinyatakan final pada awal tahun 2024 ini. Bahkan ada tudingan kalau UU Anti-Spionase itu dapat merusak lingkungan bisnis.
Secara umum kegiatan spionase diartikan sebagai mata-mata dan agen informasi secara ilegal. Setiap negara pasti memiliki aturan dan hukum yang memberlakukan suatu ketentuan terkait keamanan negara secara menyeluruh. Apakah kemudian ada hubungan antara kegiatan spionase dengan bisnis? Seharusnya tidak. Justru adanya UU Anti-Spionase akan menjamin kerahasian bisnis dari kebocoran oleh pesaing maupun pihak yang berniat buruk.
UU Anti-Spionase RRC yang memberikan koridor dengan 71 poin justru memberikan jaminan dan kepastian hukum dalam berbisnis dan berinvestasi , kecuali yang bisnis dan investasi tersebut terkait dengan kegiatan spionase. UU Anti-Spionase itu telah memberikan definisi yang tegas dan jelas batas antara yang legal dan ilegal, mengurangi ketidakpastian hukum dan membantu perusahaan beroperasi dengan baik sesuai ketentuan perundangan yang ada.
Negara yang menempatkan hukum sebagai dasar sebuah rezim kekuasaan akan menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan terbaik. Bisnis dan investasi di negara manapun pasti menghendaki dan mempertimbangkan kepastian hukum di negara tersebut.
Yang terpenting sebenarnya bukan pada dibangunnya paradigma hukum UU Anti-Spionase tersebut, tetapi bagaimana implementasi dan pelaksanaan hukum yang tegas, jelas, akurat dan transparan. Masyarakat internasional selalu menghendaki adanya kepastian hukum di setiap negara untuk membangun sebuah hubungan bisnis dan investasi. Kecuali negara-negara yang punya kepentingan besar mau menguasai bisnis dengan keuntungan besar tanpa memperhatikan keseimbangan timbal balik.
Negara yang tidak memiliki jaminan hukum, dan lebih dikendalikan oleh kekuatan kekuasaan, maka negara tersebut sedang menuju pada proses penghancuran diri. Di era demokrasi, hukum seharusnya menjadi panglima tertinggi dalam kekuasaan bukan sebaliknya kekuasaan mengendalikan hukum sesuai dengan selera dan kepentingan pribadi, politik dan kekuasaan itu sendiri. Artinya UU dan segala peraturan hukum yang ada di negara tersebut tidak memberikan jaminan apapun, asal mampu berkolaborasi dan membangun konspirasi saling mengikat dan menjerat, saling menyandera, sehingga kekuatan yang lebih besar yang bakal menang.
Keamanan negara merupakan prasyarat untuk pembangunan, untuk menjaga lingkungan bisnis yang terbuka dan stabil. Keamanan bukan sebatas gangguan keamanan karena kejahatan, peperangan dan kriminalitas, tapi juga stabilitas ekonomi masyarakat dan negara. Bagi setiap negara yang memperkuat aturan Anti-Spionase dan menjaga keamanan secara hukum akan memperkuat kepercayaan internasional terhadap segala praktek umum dan tindakan yang sah secara hukum. Pembentukan UU Anti-Spionase di RRC tersebut merupakan cermin kemajuan berkelanjutan pembangunan hukum di negara tersebut, yang seharusnya menjadi barometer negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama.
Bahwa hakekat kemerdekaan setiap bangsa adalah melindungi segenap tumpah darah. Di sanalah sebuah negara wajib hadir memberikan perlindungan dan koridor yang jelas, mana kepentingan masyarakat, negara dan kepentingan asing. Tanpa itu maka kemerdekaan yang merupakan hak setiap bangsa hanya sebatas retorika. Faktanya negara tidak melindungi segenap kepentingan tanah air untuk kepentingan masyarakatnya tapi justru mempersilahkan kekuatan asing menguasai segalanya.
Keberhasilan Cina membangun kekuatan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari adanya jaminan dan kepastian hukum bagi bisnis dan investasi. Kepercayaan yang semakin kuat dan tinggi dari dunia internasional itu dibuktikan dengan arus pengiriman barang dengan dibukanya 180 rute penerbangan cargo baru, yang mayoritas ke Eropa dan Asia; kereta api Tiongkok-Eropa yang beroperasi lebih 14.526 kali; mengirimkan 157.900 kontainer. Ekspor yang mengalami peningkatan rata 6-9 persen setahun. Sehingga opini yang dibangun oleh pihak tertentu dengan menyatakan bahwa UU Anti-Spionase merusak lingkungan bisnis sesungguhnya mengindikasikan adanya kepentingan spionase dalam bisnis yang merasa terancam. Data dari kementerian perdagangan Cina merilis data dari Januari hingga Oktober 2023 ada 41.947 investasi asing yang baru didirikan di seluruh wilayah, dengan peningkatan 32 persen dibanding tahun sebelum nya. Kanada, Inggris, Swiss, dan Belanda merupakan negara yang terus meningkatkan investasi di Cina dengan masing-masing meningkat 110,3 persen, 94,6 persen, 90 persen, 66,1 persen dan 33 persen.
UU Anti-Spionase hanya berorientasi kecil pada dunia bisnis, tidak ditujukan pada bisnis normal tidak mungkin berdampak pada investasi legal perusahaan asing di Cina. Aktivitas spionase merupakan aktivitas ilegal yang dikategorikan kriminal. Kegiatan yang sangat berbeda dengan bisnis investasi, operasi atau penelitian normal. Maka secara keseluruhan kehadiran UU Anti-Spionase di Cina tersebut tidak akan mempengaruhi hubungan bisnis dan investasi dengan negara manapun, karena tidak terkait soal bisnis normal dan investasi legal.
Sehingga dari banyak opini menyesatkan yang dibangun, terutama oleh kepentingan agen asing di suatu negara akan kehadiran UU Anti-Spionase seperti di RRC tersebut, mereka membangun stigma bahwa UU Anti-Spionase itu akan merusak lingkungan bisnis di suatu negara. Padahal sebaliknya, untuk bisnis normal dan investasi legal, kehadiran UU Anti-Spionase justru akan memberikan kepastian dan jaminan hukum berbisnis karena batasan dan koridornya sangat jelas.
Negara-negara yang menerapkan UU Anti-Spionase sesungguhnya hanya mencoba melindungi dan menjaga keamanan negara dari kegiatan-kegiatan ilegal dan melanggar hukum, yang di dalamnya termasuk berkamuflase dalam bisnis dan investasi. Negara juga bisa mengawasi setiap kegiatan yang terkait NGO atau LSM maupun lembaga-lembaga pendidikan dengan melakukan penelitian yang dijadikan judul, namun ada kepentingan spionase di dalamnya. Informasi penting, negara maupun rahasia bisnis dicuri dan dijadikan alat untuk melakukan serangan balik terhadap semua yang dianggap pesaing. Maka kehadiran UU Anti-Spionase di RRC harusnya dicontoh oleh negara-negara yang sedang membangun kepercayaan dunia internasional terkait bisnis dan investasi, dengan memberikan jaminan dan kepastian hukum. Negara berdasarkan hukum bukan kekuatan kekuasaan.
(Redaksi)