PROBOLINGGO, Reportase INC – Persoalan dimasyarakat beranekaragam sehingga butuh solusi yang tepat. Ketepatan solusi ini harus diberikan oleh Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Apabila solusi tidak diberikan maka yang jadi korban adalah masyarakat, khusus masyarakat kecil.
Seperti yang dilansir oleh media online detik beberapa waktu yang lalu, terjadi penusukan terhadap warga Bucor Wetan yang berdomisili di Kebonagung Kraksaan Probolinggo yang sampai sekarang belum diketahui motifnya. Korban akhirnya dibawa langsung ke Rumah Sakit Waluyo Jati. Sesampai di Rumah Sakit, Korban kesulitan dalam Pelayanan kesehatan meskipun memiliki BPJS (mengacu pada PERPRES No. 82 Tahun 2018 “pasal 52 Ayat 1 poin r”). Akhirnya volunteer Jamkeswatch mengadvokasi korban penusukan dengan instansi terkait berkenaan pembiayaannya.
Sebagaimana kita ketahui bersama, BPJS tidak mengcover korban kekerasan dan hal – hal yang bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan.
BPJS kesehatan mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden. Akan tetapi, masyarakat yang menjadi korban kekerasan adalah warga negara Indonesia yang berhak mendapatkan perlindungan dan pelayanan sebagaimana yang termaktub dalam Undang – Undang Dasar 1945.
Program UHC yang dijalankan Pemerintah hendaknya juga mengcover warga negara yang menjadi Korban tindak Kekerasan. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat pelayanan yang cepat dan tepat. Bila mengikuti aturan yang ada prosesnya masih panjang padahal korban kekerasan butuh secepatnya. Hal ini yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasikan anggaran bila tidak bisa dicover BPJS Kesehatan.
Dengan adanya kasus tersebut, relawan Jamkeswatch berinisiatif untuk mengadvokasi korban kekerasan. Memang hal ini sulit dilakukan karena terhalang oleh PERPRES yang terkesan diskriminatif. Masalah kasus kekerasan memang menjadi program Serikat Buruh untuk dicover BPJS Kesehatan.
Edi Suprapto, Ketua Jamkeswatch Probolinggo Raya mengatakan bahwa pemerintah hendaknya segera merevisi PERPRES masalah Kesehatan ini agar masyarakat bisa menikmati program UHC”, kata Edy saat dikonfirmasi, Senin (8/1/24).
Menurutnya, Apalah artinya UHC bila masyarakat masih sulit dan terkesan diskriminatif terhadap masyarakat sehingga pelayanan kesehatan tidak optimal.
” Pemerintah harus proaktif bila ada kasus kekerasan dalam masyarakat yang sangat kompleks ini agar masyarakat dapat mengakses pelayanan yang optimal. Alhamdulillah untuk pasien yang ini kita usahakan dan sudah bisa dicover oleh Pemkab, dalam hal ini kerjasama Dinsos dan Dinkes, karena penentunya adalah wewenang di Dinkes”, kata Edy
(Hendra)