.
TUBAN, Reportase INC — Dugaan permainan anggaran kembali mencuat di Kabupaten Tuban. Kali ini pada proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) dan bronjong di Dusun Krajan, Desa Guwoterus, Kecamatan Montong, disorot karena diduga sarat kejanggalan atau memang sudah kong kalikong dengan pihak terkai.
Proyek yang seharusnya menjadi solusi pengendalian air justru berubah jadi ladang kecurigaan publik lantaran dikerjakan tanpa papan informasi dan tanpa memperhatikan keselamatan pekerja.
Pantauan media ini di lapangan menunjukkan adanya aktivitas pengecoran dan pemasangan begisting di area lereng dengan galian cukup tinggi.
Namun, tidak ada papan proyek yang mencantumkan nama kegiatan, sumber dana, nilai kontrak, maupun pelaksana, apakah memang sengaja dirahasiakan agar masyarakat tidak bisa mengetahuinya.
Hal ini jelas melanggar prinsip transparansi publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik KIP dan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Masyarakat tidak tahu siapa pelaksana, berapa nilai proyek, atau bahkan dari mana sumber dananya. Tanpa papan informasi, jelas ini mencurigakan. Apakah galian sesuai kedalaman? Apakah materialnya sesuai mutu RAB? Jangan-jangan hanya asal-asalan biar untung besar,” ujar Mbah Mat salah satu warga yang ditemui di lokasi, Jum’at 31/10/2025
Lebih parah lagi, pekerjaan dilakukan di area lereng curam dan tanah timbunan, tapi para pekerja tidak memakai alat pelindung diri (APD) seperti helm, sepatu safety, atau rompi reflektor.
Padahal, lokasi tersebut rawan longsor dan bisa berakibat fatal jika terjadi kecelakaan kerja.
Kondisi ini jelas melanggar UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta Permenaker No. PER.01/MEN/1980 dan Permen PUPR No. 10 Tahun 2021 yang mewajibkan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK).
“Ini bukan sekedar lalai, tapi bentuk pengabaian nyawa. Pekerja disuruh kerja di lereng tanpa alat pelindung. Kalau sampai ada korban, siapa yang tanggung jawab,” tegasnya.
Selain pelanggaran administratif dan keselamatan, proyek ini juga diduga kuat bermain di balik Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Dugaan muncul dari penggunaan material dan metode kerja yang tidak sesuai spesifikasi teknis.
Sejumlah warga menduga volume pekerjaan dan mutu material dikurangi untuk menekan biaya agar kontraktor bisa meraup keuntungan lebih besar.
Jika benar, praktik ini berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sesuai aturan yang berlaku.
Masyarakat meminta aparat penegak hukum baik dari kepolisian, kejaksaan, maupun inspektorat daerah segera turun tangan.
Investigasi menyeluruh terhadap RAB, kontrak, dan fisik pekerjaan mutlak diperlukan agar kasus ini tidak terkesan dibiarkan menguap begitu saja.
Proyek seperti ini bisa jadi pintu masuk bagi penyelewengan anggaran. Jangan tunggu ada korban atau bangunan ambruk baru bergerak. Bongkar tuntas siapa di balik permainan ini,” ujarnya.
Transparansi dan keselamatan kerja bukan pilihan, tapi kewajiban hukum. Jika kontraktor dan pengawas lapangan berani melanggar dua hal mendasar itu, layak diberi sanksi berat.
Jangan biarkan proyek dengan dana rakyat berubah menjadi proyek siluman beraroma korupsi dan pembunuhan pelan-pelan terhadap para pekerja.
(Sanusi).













